Senin, 30 September 2013

PEMBINAAN AHKLAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM



muhammadiqbal8002@yahoo.co.id
Dosen Tetap dan Koordinator Mata Kuliah Pendidikan Agama
Universiats Almuslim

ABSTRAK
Akhlak kata lain dari etika dan moral, yang merupakan keadaan batin seseorang sebagai sumber lahirnya sikap mulia. Akhlak yang baik tercermin dari perilaku yang dapat dikendalikan dan melakukan kebaikan secara ikhlas tanpa mengharaap imbalan. Pembinaan akhlak merupakan upaya untuk menanamkan, mengamalkan dan menghayati nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan amal saleh dalam tata kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu dan masyarakat yang berakhlak mulia, merupakan prasyarat bagi berlansungnya pembangunan dalam wujud kehidupan yang damai dan sejahtera di tengah masyarakat, bangsa dan negara

Kata kunci : Pembinaan, Akhlak dan Islam

I.             Pendahuluan
                Perwujudan ahklak dalam kehidupan dapat dilihat dari perilaku manusia sehari-hari. Perilaku manusia, ada yang bersifat baik ada pula yang bersifat buruk. Perilaku yang baik adalah buah dari hati yang baik, dimulai dari pembentukan jati diri, yang erat kaitannya dengan keteguhan menjalankan semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Kesetiaan seorang muslim mematuhi semua aturan Allah dan Rasul-Nya, adalah cermin pribadi muslim yang taat, yang mengarahkan kepada pembentukan Akhlakul karimah. Kehidupan yang ditata menurut konsep Islam akan mewujudkan kehidupan yang damai sejahtera, sebagaimana halnya kehidupan alam semesta yang tidak pernah bertabrakan dan kehidupan biologis manusia, tumbuh-tumbuhan dan binatang yang harmonis karena mentaati Sunnatullah. Konsep ini menata hubungan antara khaliq dengan makhluk di atas tatanan akhlak al karimah.
                Ahklak mulia menjadi dasar peradaban nabi Muhammad saw yang digambarkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Qalam ayat 4 sebagai khuluqun ‘adziimi. Konsep dasar peraadaban inilah sebagai doktrin peradan manusia yang akan menyebarkan rahmatal lil ‘alamiin (QS. Al-Anbiya: 107). Masyarakat yang berbudi luhur aatau berakhlak mulia itu adalah inti dari masyarakat yang berperadaban. Gambaran peradaban masyarakat yang memilki akhlak luhur, pemaaf, berperasaan halus dan suka berbuat baik sesama tercermin pada kehidupan penduduk madinah sebagaimana dijelaskan Al-Quran dalam Surah Al-Hasyr ayat 9: “Dan orang-orang yang telah menempati kota madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka menugutamakan orang-orang muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.


II.        PEMBAHASAN
Terminologi Ahklak dalam Islam
                Persoalan akhlak sama tuanya dengan usia kemanusiaan. Seperti semua aspek kehidupan lainnya, akhlak tidak bisa lari dari sejarah. Jalan sejarah kemanusiaan senantiasa memberi tantangan khas bagi berbagai sisi persoalan akhlak. Inti persoalan akhlak adalah hakikat baik dan buruk. Karena akhlak hanya bisa benar-benar dipahami dalam konteks riil, maka persoalaan akhlak juga terjalin kuat dengan konteks kehidupan nyata. Secara etimologis, kata ahklak berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara leksikal, akhlak berarti “budi pekerti atau kelakuan”. Secara terminologis, akhlak adalah istilah agama yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia, apakah itu baik atau buruk (Mahyuddin, 2001: 6). Sedangkan menurut Mubarok (2001: 4), akhlak adalah “keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan, dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung rugi”.
                Dalam berbagai pembahasan ilmiah atau kajian-kajian akademis, kata akhlak seringkali dipakai secara bersamaan dengan etika dan moral yang bermakna budi pekerti, tata susila, kesusilaan, tata krama dan sopan santun (Ismail, 2003: 251). Kata etika berasal dari bahasa yunani, yaitu ethos bentuk jamak dari to etha yang berarti kebiasaan, adat, watak, sikap dan cara berfikir (DEPDIKBUD, 1995: 488). Kata moral berasal dari bahasa latin mos, bentuk jamaknya ialah mores yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup. Ibnu Maskawaih, memberikan batasan moral sebagai suatu kondisi atau sikap mental (hulul li an-nafs) yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Artinya, moral merupakan kondisi sifat yang meresap dalam jiwa yang menjadi kepribadian sehingga akan timbul berbagai macam perbuatan dengan caraspontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari kondisi ini timbul kelakuan yang baik dan terpuji, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia, sebaliknya apabila lahir kelakuan yang buruk, maka disebut dengan budi pekerti yang tercela.
                Etika dan moral mempunyai sentralisasi pengertian dan objek yang sama, yaitu sama-sama membicarkan totalitas tingkah laku manusia dari sudut pandang nilai-nilai yang baik dan yang buruk. Namun aplikasinya, moral dipaki sebagai tolak ukur untuk menialai suatu perbuatan yang sedang dilakukan oleh manusia, semantara etika dipergunakan sebagai kerangka pemikiran atau kajian sistem-sitem nilai atau kode (said, 19080: 23-24). Bobot muatan etika lebih bersifat refleksi teoritis filosofis, sementara prinsip-prinsip moralitas berada pada realitas tatanan praktis (Ismail, 2003: 252).
                Ahklak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, melalui timbangannya sesorang dapat menilai perbuatan yang baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya. Al-Ghazali mengatakan, akhlak adalah kondisi mental yang menghasilkan tindakan spontan tanpa proses pemikiran atau pertimbangan panjang. Ajaran Islam tentang akhlak terkait dengan bagaimana seharusnya sikap dan perilaku seseorang terhadap orang lain di sekitarnya, seperti sikap menolong, menghormati, menghargai, sopan santun dan semacamnya (Amsyari, 1995: 35).
                Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini dapat terbagi dalam 2 macam yaitu:
1.       Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang. Seperti orang yang mudah marah dan emosi karena alasan yang sepele. Atau orang yang takut terhadap sesuatu yang sepele. Seperti orang yang takut ketika ketika mendengar suara atau berita yang ringan. Atau orang yang tertawa terbahak-bahak saat melihat atau mendengar hal sepele yang mengherankan. Atau orang yang sedih dan berduka karena masalah yang kecil menimpanya.
2.       Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabiat dab perangai.
Kedua kondisi inilah yang dimaksud dengan pendidikan Akhlak. Maksudnya ialah mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia seperti jujur, amanah, istiqamah, itsar (mendahulukan kepentingan orang lain) dan lain-lain.
                Akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan akhlak dimulai dari individu. Hakikkat akhlak itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang individual. Karenanya pembinaan akhlak dimulai dari sebuah gerakan individu, kemudian diproyeksikan menyebar ke indivudu lainya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara akhlak menjadi banyak, dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan masyarakat. Pembinaan akhlak selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui pembinaan akhlak pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang tenteram dan sejahtera.
                Implementasi ahklak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw. Dalam pribadi Rasulullah, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Dalan Alqquran surah Al-Ahzab ayat 21: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik”. Dalam suatu hadits juga dinyatakan: “Sesungguhnya aku diutus di dunia ini tak lain untuk menyempurnakan akhlak budi pekerti yang mulia.” (HR. Ahmad).
                Dalam Islam, akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap memiliki fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dana permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Pendidikan akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagian semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesusai dengan fitrahnya, sebagaimana Rasulullah saw berkata:: “kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu, tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik”. (HR. Abu Yu’la dan Al-Baihaqi).
                Prinsip akhlak Islami termanifestasi dalam aspek kehidupan yang diwarnai keseimbangan, realis, efektif, efesien, azas mamfaat, disiplin dan terencana serta memiliki dasar analisis yang cermat. Menurut Mubarok (2001: 20) kualitas akhlak seseorang dinilai tiga indikator: pertama, konsistensi antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, dengan kata lain adanya kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan. Kedua, konsistensi orientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang yang lain. Ketiga, konsistensi pola hidup sederhana. Dalam tasawuf, sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap kebajikan pada hakekatnya adalah cerminan dari akhlak yang mulia.
                Ajaran Akhlak senantiasa bersifat praktis, dalam arti lansung dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat. Ajaran akhlak yang bersifat antipatif trhadap kebutuhan perubahan, memiliki sejumlah prinsip yang lentur yang dapat mengarahkan warga masyarakat pada perubahan, misalnya prinsip membawa manfaat. Prinsip inilah yang menjaga agar reaksi-reaksi sesaat yang umumnya negatif terhadap gagasan dan gaya baru, justeru tidak mematikannya.

Urgensi dan Metode Pembinaan Akhlak
                Bila diperhatikan perkembangan kehidupan dewasa ini, telah berlansung kemerosotan akhlak pada sebagian masyarakat. Orang sudah menjadi awam terhadap akhlak yang diajarkan Al-Quran, bahkan tidak menghiraukan (ajaran-ajran Al-Quran), minum arak dan menghisap candu sudah menjadi tradisi umum. Pelacuran menjalar, akhlak merosot dan merusak kehormatan diri, semua berlansung tanpa rasa takut dan malu. Zakiah Darajat mengindasikan kemerosotan akhlak disebabkan beberapa faktor, antara lain:
1.       Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.
2.       Keadan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.
3.       Pendidikan moral tidak terlaksan menurut mestinya baik dirumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
4.       Suasana rumah tangga yang kurang baik.
5.       Diperkenalkan secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil.
6.       Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan ajaran akhlak.
7.       Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
8.       Tidak ada ataau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda pemudi Islam.
Akhlak merupakan masalah yang menjadikan pemikirn bagi masyarakat yang maju maupun masyarakat terbelakang. Dalam pendekatan filsafat moral, hakikat akhlak menyangkut dua hal pokok. Pertama, keputusan moral harus didukung oleh akal yang baik. Kedua, moralitas menuntut pertimbangan tak berpihak dari setiap kepentingan individu. Kerusakan akhlak seseorang dapat mengganggu ketentraman orang lain. Jika penyimpangan akhlak terjadi dalam skala besar pasti berakibat rusaknya masa depan bangsa dan negara. Syauqi Bek, seorang penyair Mesir mengungkapkan eksistensi suatu bangsa, sangat tergantung pada akhlak dan moraal, jika moral dan ahklak suatu bangsa telah rusak, maka akan rusak dan hilanglah masa depan bangsa tersebut. Seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi, tidak akan berguna apabila tidak memilki akhlak yang mulia, bahkan munkin saja dapat membahayakan kehidupan orang lain.
Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam mengajarkan bahwa pembinaan jiwa haruslah didahulukan dari pembinaan aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik akan lahir perbuatan-perbuatan baik yang pada gilirannya akan membuahkan kebaikan dan kebahagiaan pada keseluruhan kehidupan manusia, lahir dan batin (Asmaran AS, 1994: 183). Oleh karena itu akhlak harus dilatih, dengan cara melatih jiwa pada pekerjaan atau tingkah  laku yang mulia. Jika seorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus membiasakan dirinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati, murah tangan menjadi bagian dari tabiatnya sehari-hari. Akhlak yang baik merangkumi cinta, belas kasihan, toleransi dan keamanan yang harus diamalkan ke seluruh dunia.
Pembentukan akhlakul karimah dimulai dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat mazmumah (yang tercela), baik dalam arti bathiniah maupun lahiriah untuk mencapai kebahagian abadi. Al-Quran merupakan sumber rujukan akhlak dalam segala aspek kehidupan dan berlaku sepanjang masa. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah merupakan masa persiapan untuk kehidupan yang lebih utama, yakni akhirat. Dalam Al-Quran termuat empat unsur pendidikan yaitu: iman, akhlak, ilmu dan amal (Al-Jamaly, 1986: 27). Dari pengertian ini dapat dipahami, iman menjadi dasar terbinanya akhlak yang mulia, akhlak yang mulia merupakan dasar ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang benar menjadi dasar amal saleh.
                Pembinaan ahklak dalam Islam, antara lain dilakukan dengan keteladanan. Dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 31 dijelaskan: “Kataknlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Dalam sebuah hadits, Rasulullah menjelaskan: ”sesungguhnya Rasulullah saw bukan seorang yang keji dan tidak pernah berkata keji, beliau berkata sebaik-baik kamu adalah orang-orang yang baik akhlaknya”. (HR. Bukhari). Aspek agama yang terpenting adalah akhlak, sementara akhlak yang baik terlahir dari tauhid yang baik dan benar, termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).
Manusaia akan memperoleh ganjaran pahala dari semua perbuatan baik yang telah dilakukannya. Sebaliknya, akan mendapatkan sanksi apabila melakukan perbuatan yang buruk. Karena fitrah manusai pada dasarnya cenderung berbuat baik, maka sebenarnya tidak sulit untuk melakukan kebaikan. Beda halnya dengan keburukan yang harus dilakukan dengan susah payah, karena bukan merupakan fitrah manusia. Ketika manusia menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya bertentangan dengan aturan Allah, namun tidak segera kembali ke jalan-Nya. Maka akan merugikan dirinya sendiri. Sebaliknya, pada saat kesadaran muncul untuk meninggalkan yang buruk untuk segera kembali ke jalan-Nya, maka orang seperti ini akan dicintai Allah.
Allah mengilhami jiwa manusia sifat kedurhakaan dan ketakwaan. Walaupun potensi baik dan buruk ada dalam diri manusia, namun Al-Quran mengisyaratkan, sesungguhnya kebaikan dan keimanan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan dan kemungkaran, karena pada dasarnya manusia cenderung kepada kebaikan dan keimanan. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran surah Al-Kahfi ayat 29: “ Dan katakanlah, Kebenaran datangnya dari Tuhanmu, maka barang sisap yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
                Sesungguhnya dalam pribadi yang berakhlak aka tampak kesehatan yang baik, kecerdikan, keberanian, keahlian, kebijaksanaan, kerendahan hati serta percaya pada diri sendiri (Ja’far, 1982: 56). Ajaran Islam menganjurkan penginternalisasian nilai-nilai ahklak ke dalam pribadi setiap muslim, disamping menyempurnkan potensi keindahan, pikiran dan perasaan batin serta memelihara jasmani dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Jika seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah, dan sifat-sifat terpuji lainnya, maka akhlak atau moral yang mulia ini merupakan buah dari imanya dan amal perbuatannya.

Pembinaan Akhlak Secara Dini
                Untuk menumbuhkan akhlak terpuji dapat ditempuh beberapa langkah berikut: Pertama, membiasakan sikap rendah hati (tidak sombong) sebagai langkah awal proses pencapaian akhlak mulia. Kedua, menyadari kekurangan-kekurangan yang dimiliki dan diyakini bisa diperbaiki. Karena manusia adalah makhluk yang suka khilaf (tidak ada yang sempurna), maka kesalahan-kesalahan bisa terjadi, tetapi ada upaya untuk memperbaiki kesalahan itu. Ketiga, bertanggung jawab kepada semua perbuatan yang telah menjadi pilihan. Setiap keputusan yang telah ditetapkan harus ditempuh dengan segala resiko. Keempat, menhindari diri dari sifat-sifat tidak terpuji atau tindakan kejahatan. Kemampuan menahan hawa nafsu, godaan, dan ransangan yang menyesatkan merupakan langkah positif untuk mencapai kemuliaan. Kelima, menyesali semua perbuatan buruk dan berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak melakukanya kembali. Keenam, melakukan kalkulasi atas semua perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi untuk selalu mengabdi kepada Allah Swt.
                Ahklak yang baik penting dilakukan secara dini pada anak dalam setiap rumah tangga, karena melalui pendidikan akhlak kualitas generasi mendatang dapat dibenahi. Pendidikan akhlak dalam persepektif Islam adalah bagian signifikan dari pendidikan Agama Islam. Apa yang menurut akhlak baik, adalah baik menurut agama, dan apa yang buruk menurut akhlak dianggap buruk menurut ajaran agama. Menurut Ibnu Maskawaih, orang yang bermoral jelek dapat menjadi baik akibat bergaul dengan orang-orang baik dan mengikuti ajakan mereka, dan bisa berubah menjadi buruk akibat bergaul dengan orang-orang yang jahat dan karena mau mengikutinya. Artinya, kondisi ini tergantung pada faktor lpendidikan dan lingkungan. Menurut Zuhairi, dkk, “Sikap saling meniru sangat cepat dan sangat kuat. Pengaruh lingkungan sangat besar terhadap akal dan akhlak, sehingga hari depan anak tergantung keadaan masyarakat dimana anak itu bergaul. Anak yang hidup di antara tetangga-tetangga yang baik, maka ia akan menjadi baik. Sebaliknya, anak yang hidup di antara orang-orang yang buruk akhlaknya, maka akhlaknya juga menjadi buruk.
Zakiah darajat mengatakan bahwa, “Akhlak itu adalah implementasi dalam segala bentuk perilaku. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara nurani, pikiran, perasaan bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan-tindakan atau perilaku yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian”. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral (moralsence), yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan man yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermamfaat dan yang tidak, mana yang berguna dan yang tidk, mana yang cantik dan yang buruk. Dari sinilah timbul bakat akhlak yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam, yang mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan mencegah perbuatan buruk.
                Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: Pertama, menumbuh kembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan takwa, untuk itu perlu pendidikan agama. Kedua, meningkatkan pengetahuan tentang akhlak Al-Quran lewat ilmu pengetahuan, pengalaman dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan jahat. Ketiga, meningkatkan pendidikan kemauan, yang menumbuhkan pada manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya. Selanjutnya kemauan itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan. Keempat, latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untu bersama-sama melakukan perbuatan baik tanpa paksaan. Kelima, pembiasaan dan pengulangan melaksanakan yang baik, sehingga perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri manusia.
                Keutamaan akhlak dan moralitas adalah iman yang meresap ke dalam kehidupan keberagaman manusia. Bila sejak dini seorang anak tumbuh dan berkembang dengan pondasi iman yang kuat, niscaya ia akan mempunyai kemampuan untuk menerima keutamaan dan kemuliaan. Ia akan terbiasa dengan akhlak dan moral yang baik, karena ia menyadri bahwa iman akan membentengi dirinya dari perbuatan dosa dan kebiasaan jelek. Mencermati itu, setiap orang tua hendaknya bersikap dan berprilaku baik kepada anak, dan memeberikan sentuhan kasih sayang serta perhatian yang utuh dalam mendidik mereka.

Pengaruh Akhlak Bagi Manusia dan Lingkungan
                Muara akhir dari bangunan akhlak yang terpuji akan mendatangkan ketengan jiwa. Bersemainya ketengan jiwa merupakan puncak tertinggi yang dirasakan oleh manusia. Melalui jiwa yang tenang akan mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang baik. Sebagaimana firman AllahSwt: “Hai jiwa yang tenag, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaiku. Dan masuklah ke dalam Syurga-Ku”.
Demikian pentingnya peranan akhlak dalam kehidupan manusia, maka dianjurkan agar manusia selalu merujuk kepada segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Apa yang dinilai baik oleh Allah pasti baik essensinya. Untuk membangun jati diri berakhlak, dimulai dari tiga hal, yakni terhadap diri sendiri, bagi semua manusia serta bagi lingkungan.
1.             Pengaruh Akhlak Bagi Individu
Titik tolak akhlak yang terpuji adalah pengakuan dan kesadaran untuk mengakui dengan sebenarnya bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Allah memiliki sifat-sifat terpuji dimana seluruh makhluknya tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Atas kesempurnaan Allah inilah maka manusia diperintahkan untuk berserah diri hanyan kepada Allah semata, karena segala yang bersumber dari Allah adalah baik, benar, indah dan sempurna. Manakala prinsip ini tertanam pada setiap individu muslim, maka segala pelaksanaan aturan dan ketentuan syariah Islam akan terselenggara secara baik di tengah masyarakat. Bila akhlak pribadi-pribadi muslim terbentuk, maka implementasi dari akhlak tersebut di lingkungan rumah tangga, kantor, masjid dan sekolah akan teraplikasi. Muaranya, akhlak masing-masing individu yang tertata dengan baik akan menciptakan akhlak masyarakat yang sempurna.
            Islam memandang bahwa manusia merupakan makhluk paling mulai dan paling sempurna bentuk fisiknya. Oleh karenanya, sepantasnyalah manusia berada pada posisi yang terbaik sesuai dengan bentuk fisiknya serta senantiasa beriman kepada Allah yang telah menciptakan. Dalam Al-Quran surah At-tiin ayat 4 dan 6 dijelaskan: ‘ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka)”. Ayat ini mengungkapkan bahwa Al-Quran mengapresiasi proses penciptaan manusia dalam bentuk yang sempurna. Namun di sisi lain, mengecam dan akan menempatkan manusia ke tempat yang paling rendah, apabila manusia tidak mengerjakan amal saleh dan mendustakan agama. Ini mengindikasikan bahwa pennciptaan manusia yang paling sempurna itu sejatinya harus diikuti dengan ketinggian moral, akhlak dan amal saleh. Apabila akhlak dan amal saleh tidak sempurna, maka manusia tidak lagi menjadi sempurna, bahkan akan menjadi seburuk-buruk makhluk. Dengan kata lain, kesempurnaan manusia itu bukan hanya dilihat dari bentuk fisiknya, melainkan harus diikuti oleh kesempurnaan amal saleh, kebaikan serta akhlak yang terpuji sebagaimana dianjurkan Al-Quran.
2.             Pengaruh akhlak bagi semua manusia (masyarakat)
Manusia yang cinta Allah, menyatakan kesungguhannya untuk mengabdi kepada-Nya, tercermin melalui perbuatan baik kepada sesamanya. Mencintai dan menyayangi sesama, tidak saling menyakiti, suka berkata baik, selalu memaafkan kesalahan orang lain, tidak suka mengolok-ngolok, tidak mencuri, dan tidak membunuh, adalah cerminan akhlak yang mesti dimiliki dan diwariskan kepada setiap manusia. Cermin manusia yang berakhlak senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bukan sebaliknya, melakukan apa saja selama tidak bertentangan dengan hak orang lain. Fungsi seorang muslim terhadap makhluk lainnya ditegaskan oleh Allah Swt dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 70: “sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan dilautan, Kami beri rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptaka”.
                Keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia tercermin dari kemulian manusia yang tidak diberikan Allah kepada makhluk lainya. Atas dasar persamaan umat manusia, tanpa memandang suku, bangsa, bahasa, warna kulit serta tingkat sosial, patut ditegakkan keadilan dan sikap saling menghargai satu dengan lainnya. Kesengan dan kebahagiaan yang diberikan Allah bagi manusia patut diapresisasi dengan menyalurkan rezeki kepada sesama yang mengalami kekurangan (kemiskinan).
                Cukup banyak petunjuk dan dorongan Islam untuk membentuk Akhlak yang teruji bagi sesama manusia, tertuama sesama Mukmin. Al-Quran menjelaskan bahwa bumi beserta segala isinya diciptakan Allah untuk orang-orang beriman. Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 29: “ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. Ajaran Islam membentuk kepribadian Muslim yang paripurna untuk mengarahkan kehidupan bahagia, menciptakan ketentraman, penuh rasa kasih sayang dan persamaan atas sesama manusia, sehingga terbentuklah masyarakat, bangsa dan negara yang bahagia. Apabila seseorang merasakan kebahagian bersama dengan masyarakatnya, maka akan tercapailah cita-cita umat manusia.
3.             Pengaruh Akhlak bagi Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, karena manusia memiliki kesempurnaan lahir dan batin dibandingkan makhluk lainnya. Karena telah dipercaya sebagai pemimpin, maka ejatinya manusia mampu menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya. Hewan, tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan inilah yang mengantarkan umat Islam untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
                Islam mementingkan kebersihan dan kesehatan yang dapat membawa masyarakat bebas dari berbagai macam penyakit. Kebersihan dalam Islam dijadikan sebagai ibadah. Rasulullah saw mengataka: “sesungguhnya Allah sangat indah, Dia mencintai keindahan”. Dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 31: “ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Ayat ini menjelaskan perlunya memperhatikan kondisi lingkungan, baik menyangkut masalah pakaian, makanan, minuman, rumah maupun masjid harus senantiasa dalam keadaan bersih dan indah. Memakai pakaian yang bersih, rapi dan indah bukan menunjukkan kesombongan atau keangkuhan, melainkah untuk menunjukkan sisi kemuliaan Islam yang mencintai kebersihan dan keindahan, agar suasana lingkungan kehidupan masyarakat juga terimbas secara positif seterusnya tetap terpelihara kebersihan, keindahan dan kesehatan lingkunga.

III.      Penutup
                Semua yang baik daan telah menjadi kebiasaan apabila dipelihara dan diamalkan akan menghasilkan sesuatu yang baik. Semua yang buruk jika disadari bisa untuk diperbaiki menjadi baik dan secepatnya di pelihara untuk menjadi baik, maka hasilnya tetap menjadi baik. Akhlak yang baik adalah manifestasi dari iman dan takwa  yang terwujud dalam perilaku dan amal saleh. Oleh karenanya untuk membangun akhlak yang terpuji diperlukan perangkat mental serta kesungguhan dimulai dari diri sendiri, keluarga hingga kemudian lingkungan sosial. Akhlak terpuji tercermin dalam seluruh tindakan, ucapan, perbuatan dan dapat memberi mamfaat bagi sesama, memberi kedamaian bagi segenap makhluk bernyawa maupun benda-benda tak bernyawa, serta senantiasa memelihara kondisi lingkungan dari berbagai masalah atau penyakit.

Daftar Pustaka
Abuddin Nata. 2002. Aklak Tasawuf, Jakarta, PT Raja Grafindo.
Achmad Mubarok. 2001. Panduan Akhlak Mulia Membangun Manusia dan Bangsa Berkarakter.  Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Asmaran As. 1994. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2, cet. Ke-4.
Mahyuddin. 2001. Panduan Akhlaq Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Syaikh Ahmad Farid. 2011. At-Tarbiyatu Ala Manhaji Ahlisunnah Waljamaah. Terjemah. Najib Ismail. Pendidikan Berbasis Metode Ahli Sunnah Waljamaah. Surabaya: Pustaka Elba
Zakiah Darajat. 1985a. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Zakiah Darajat. 1985b. Pendidikan Anak Dalam Keluarga Dan Sekolah. Jakarta. Bulan Bintang.
Zuhairi, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar