muhammadiqbal8002@yahoo.co.id
Dosen Tetap dan Koordinator Mata
Kuliah Pendidikan Agama
Universiats Almuslim
ABSTRAK
Akhlak kata lain dari etika dan moral, yang merupakan
keadaan batin seseorang sebagai sumber lahirnya sikap mulia. Akhlak yang baik
tercermin dari perilaku yang dapat dikendalikan dan melakukan kebaikan secara
ikhlas tanpa mengharaap imbalan. Pembinaan akhlak merupakan upaya untuk
menanamkan, mengamalkan dan menghayati nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan amal
saleh dalam tata kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu
dan masyarakat yang berakhlak mulia, merupakan prasyarat bagi berlansungnya
pembangunan dalam wujud kehidupan yang damai dan sejahtera di tengah masyarakat,
bangsa dan negara
Kata kunci : Pembinaan, Akhlak dan Islam
I. Pendahuluan
Perwujudan
ahklak dalam kehidupan dapat dilihat dari perilaku manusia sehari-hari.
Perilaku manusia, ada yang bersifat baik ada pula yang bersifat buruk. Perilaku
yang baik adalah buah dari hati yang baik, dimulai dari pembentukan jati diri,
yang erat kaitannya dengan keteguhan menjalankan semua aturan Allah dan
Rasul-Nya. Kesetiaan seorang muslim mematuhi semua aturan Allah dan Rasul-Nya,
adalah cermin pribadi muslim yang taat, yang mengarahkan kepada pembentukan Akhlakul
karimah. Kehidupan yang ditata menurut konsep Islam akan mewujudkan
kehidupan yang damai sejahtera, sebagaimana halnya kehidupan alam semesta yang
tidak pernah bertabrakan dan kehidupan biologis manusia, tumbuh-tumbuhan dan
binatang yang harmonis karena mentaati Sunnatullah. Konsep ini menata
hubungan antara khaliq dengan makhluk di atas tatanan akhlak al karimah.
Ahklak
mulia menjadi dasar peradaban nabi Muhammad saw yang digambarkan dalam Al-Quran
dalam surat Al-Qalam ayat 4 sebagai khuluqun ‘adziimi. Konsep dasar
peraadaban inilah sebagai doktrin peradan manusia yang akan menyebarkan rahmatal
lil ‘alamiin (QS. Al-Anbiya: 107). Masyarakat yang berbudi luhur aatau
berakhlak mulia itu adalah inti dari masyarakat yang berperadaban. Gambaran
peradaban masyarakat yang memilki akhlak luhur, pemaaf, berperasaan halus dan
suka berbuat baik sesama tercermin pada kehidupan penduduk madinah sebagaimana
dijelaskan Al-Quran dalam Surah Al-Hasyr ayat 9: “Dan orang-orang
yang telah menempati kota madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka menugutamakan
orang-orang muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
II. PEMBAHASAN
Terminologi Ahklak dalam Islam
Persoalan
akhlak sama tuanya dengan usia kemanusiaan. Seperti semua aspek kehidupan
lainnya, akhlak tidak bisa lari dari sejarah. Jalan sejarah kemanusiaan
senantiasa memberi tantangan khas bagi berbagai sisi persoalan akhlak. Inti
persoalan akhlak adalah hakikat baik dan buruk. Karena akhlak hanya bisa
benar-benar dipahami dalam konteks riil, maka persoalaan akhlak juga terjalin
kuat dengan konteks kehidupan nyata. Secara etimologis, kata ahklak berasal
dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara leksikal, akhlak berarti
“budi pekerti atau kelakuan”. Secara terminologis, akhlak adalah istilah agama
yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia, apakah itu baik atau buruk
(Mahyuddin, 2001: 6). Sedangkan menurut Mubarok (2001: 4), akhlak adalah
“keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan, dimana
perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung rugi”.
Dalam
berbagai pembahasan ilmiah atau kajian-kajian akademis, kata akhlak seringkali
dipakai secara bersamaan dengan etika dan moral yang bermakna budi pekerti,
tata susila, kesusilaan, tata krama dan sopan santun (Ismail, 2003: 251). Kata
etika berasal dari bahasa yunani, yaitu ethos bentuk jamak dari to
etha yang berarti kebiasaan, adat, watak, sikap dan cara berfikir
(DEPDIKBUD, 1995: 488). Kata moral berasal dari bahasa latin mos, bentuk
jamaknya ialah mores yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup. Ibnu
Maskawaih, memberikan batasan moral sebagai suatu kondisi atau sikap mental
(hulul li an-nafs) yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan
pertimbangan. Artinya, moral merupakan kondisi sifat yang meresap dalam jiwa
yang menjadi kepribadian sehingga akan timbul berbagai macam perbuatan dengan
caraspontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari
kondisi ini timbul kelakuan yang baik dan terpuji, maka ia dinamakan budi
pekerti yang mulia, sebaliknya apabila lahir kelakuan yang buruk, maka disebut
dengan budi pekerti yang tercela.
Etika
dan moral mempunyai sentralisasi pengertian dan objek yang sama, yaitu
sama-sama membicarkan totalitas tingkah laku manusia dari sudut pandang
nilai-nilai yang baik dan yang buruk. Namun aplikasinya, moral dipaki sebagai
tolak ukur untuk menialai suatu perbuatan yang sedang dilakukan oleh manusia,
semantara etika dipergunakan sebagai kerangka pemikiran atau kajian
sistem-sitem nilai atau kode (said, 19080: 23-24). Bobot muatan etika lebih
bersifat refleksi teoritis filosofis, sementara prinsip-prinsip moralitas
berada pada realitas tatanan praktis (Ismail, 2003: 252).
Ahklak
adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, melalui
timbangannya sesorang dapat menilai perbuatan yang baik atau buruk, untuk
kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya. Al-Ghazali mengatakan, akhlak
adalah kondisi mental yang menghasilkan tindakan spontan tanpa proses pemikiran
atau pertimbangan panjang. Ajaran Islam tentang akhlak terkait dengan bagaimana
seharusnya sikap dan perilaku seseorang terhadap orang lain di sekitarnya,
seperti sikap menolong, menghormati, menghargai, sopan santun dan semacamnya
(Amsyari, 1995: 35).
Menurut
Ibnu Maskawaih, akhlak adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan
sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini dapat terbagi dalam 2
macam yaitu:
1.
Kondisi alami yang berasal dari
watak dasar seseorang. Seperti orang yang mudah marah dan emosi karena alasan
yang sepele. Atau orang yang takut terhadap sesuatu yang sepele. Seperti orang
yang takut ketika ketika mendengar suara atau berita yang ringan. Atau orang
yang tertawa terbahak-bahak saat melihat atau mendengar hal sepele yang
mengherankan. Atau orang yang sedih dan berduka karena masalah yang kecil
menimpanya.
2.
Kondisi yang diperoleh melalui
kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan
pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabiat
dab perangai.
Kedua kondisi inilah yang dimaksud dengan pendidikan Akhlak.
Maksudnya ialah mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia
seperti jujur, amanah, istiqamah, itsar (mendahulukan kepentingan orang
lain) dan lain-lain.
Akhlak
tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan
akhlak dimulai dari individu. Hakikkat akhlak itu memang individual, meskipun
ia dapat berlaku dalam konteks yang individual. Karenanya pembinaan akhlak
dimulai dari sebuah gerakan individu, kemudian diproyeksikan menyebar ke
indivudu lainya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara akhlak
menjadi banyak, dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan masyarakat. Pembinaan
akhlak selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan
sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui
pembinaan akhlak pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban
masyarakat yang tenteram dan sejahtera.
Implementasi
ahklak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw. Dalam
pribadi Rasulullah, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Dalan
Alqquran surah Al-Ahzab ayat 21: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu suri tauladan yang baik”. Dalam suatu hadits juga dinyatakan: “Sesungguhnya
aku diutus di dunia ini tak lain untuk menyempurnakan akhlak budi pekerti yang
mulia.” (HR. Ahmad).
Dalam
Islam, akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap memiliki fungsi yang
vital dalam memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam
Al-Quran surat An-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
perbuatan keji, kemungkaran dana permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepada
kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Pendidikan akhlak dalam Islam
diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki,
bukan kebahagian semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara
eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesusai dengan fitrahnya,
sebagaimana Rasulullah saw berkata:: “kamu tidak bisa memperoleh simpati
semua orang dengan hartamu, tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan
dengan akhlak yang baik”. (HR. Abu Yu’la dan Al-Baihaqi).
Prinsip
akhlak Islami termanifestasi dalam aspek kehidupan yang diwarnai keseimbangan,
realis, efektif, efesien, azas mamfaat, disiplin dan terencana serta memiliki
dasar analisis yang cermat. Menurut Mubarok (2001: 20) kualitas akhlak
seseorang dinilai tiga indikator: pertama, konsistensi antara yang dikatakan
dengan yang dilakukan, dengan kata lain adanya kesesuaian antara perkataan
dengan perbuatan. Kedua, konsistensi orientasi, yakni adanya kesesuaian antara
pandangan dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang yang lain. Ketiga,
konsistensi pola hidup sederhana. Dalam tasawuf, sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan dan selalu bersikap kebajikan pada hakekatnya adalah cerminan dari
akhlak yang mulia.
Ajaran
Akhlak senantiasa bersifat praktis, dalam arti lansung dipraktekkan dalam
kehidupan masyarakat. Ajaran akhlak yang bersifat antipatif trhadap kebutuhan
perubahan, memiliki sejumlah prinsip yang lentur yang dapat mengarahkan warga
masyarakat pada perubahan, misalnya prinsip membawa manfaat. Prinsip inilah
yang menjaga agar reaksi-reaksi sesaat yang umumnya negatif terhadap gagasan
dan gaya baru, justeru tidak mematikannya.
Urgensi dan Metode
Pembinaan Akhlak
Bila
diperhatikan perkembangan kehidupan dewasa ini, telah berlansung kemerosotan
akhlak pada sebagian masyarakat. Orang sudah menjadi awam terhadap akhlak yang
diajarkan Al-Quran, bahkan tidak menghiraukan (ajaran-ajran Al-Quran), minum
arak dan menghisap candu sudah menjadi tradisi umum. Pelacuran menjalar, akhlak
merosot dan merusak kehormatan diri, semua berlansung tanpa rasa takut dan
malu. Zakiah Darajat mengindasikan kemerosotan akhlak disebabkan beberapa
faktor, antara lain:
1.
Kurang tertanamnya jiwa agama
pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.
2.
Keadan masyarakat yang kurang
stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.
3.
Pendidikan moral tidak terlaksan
menurut mestinya baik dirumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
4.
Suasana rumah tangga yang kurang
baik.
5.
Diperkenalkan secara populer
obat-obat dan alat-alat anti hamil.
6.
Banyaknya tulisan-tulisan,
gambar-gambar, siaran-siaran yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan ajaran
akhlak.
7.
Kurang adanya bimbingan untuk
mengisi waktu luang dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan
moral.
8.
Tidak ada ataau kurangnya
markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda pemudi Islam.
Akhlak merupakan masalah yang
menjadikan pemikirn bagi masyarakat yang maju maupun masyarakat terbelakang.
Dalam pendekatan filsafat moral, hakikat akhlak menyangkut dua hal pokok.
Pertama, keputusan moral harus didukung oleh akal yang baik. Kedua, moralitas
menuntut pertimbangan tak berpihak dari setiap kepentingan individu. Kerusakan
akhlak seseorang dapat mengganggu ketentraman orang lain. Jika penyimpangan
akhlak terjadi dalam skala besar pasti berakibat rusaknya masa depan bangsa dan
negara. Syauqi Bek, seorang penyair Mesir mengungkapkan eksistensi suatu
bangsa, sangat tergantung pada akhlak dan moraal, jika moral dan ahklak suatu
bangsa telah rusak, maka akan rusak dan hilanglah masa depan bangsa tersebut.
Seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi, tidak akan berguna apabila tidak
memilki akhlak yang mulia, bahkan munkin saja dapat membahayakan kehidupan
orang lain.
Untuk menciptakan manusia yang
berakhlak mulia, Islam mengajarkan bahwa pembinaan jiwa haruslah didahulukan
dari pembinaan aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik akan lahir
perbuatan-perbuatan baik yang pada gilirannya akan membuahkan kebaikan dan
kebahagiaan pada keseluruhan kehidupan manusia, lahir dan batin (Asmaran AS,
1994: 183). Oleh karena itu akhlak harus dilatih, dengan cara melatih jiwa pada
pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.
Jika seorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus membiasakan
dirinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati,
murah tangan menjadi bagian dari tabiatnya sehari-hari. Akhlak yang baik
merangkumi cinta, belas kasihan, toleransi dan keamanan yang harus diamalkan ke
seluruh dunia.
Pembentukan akhlakul karimah
dimulai dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat mazmumah (yang tercela), baik
dalam arti bathiniah maupun lahiriah untuk mencapai kebahagian abadi. Al-Quran
merupakan sumber rujukan akhlak dalam segala aspek kehidupan dan berlaku
sepanjang masa. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah merupakan masa persiapan
untuk kehidupan yang lebih utama, yakni akhirat. Dalam Al-Quran termuat empat
unsur pendidikan yaitu: iman, akhlak, ilmu dan amal (Al-Jamaly, 1986: 27). Dari
pengertian ini dapat dipahami, iman menjadi dasar terbinanya akhlak yang mulia,
akhlak yang mulia merupakan dasar ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang benar
menjadi dasar amal saleh.
Pembinaan
ahklak dalam Islam, antara lain dilakukan dengan keteladanan. Dalam Al-Quran
surah Ali Imran ayat 31 dijelaskan: “Kataknlah: Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu”. Dalam sebuah hadits, Rasulullah menjelaskan: ”sesungguhnya
Rasulullah saw bukan seorang yang keji dan tidak pernah berkata keji, beliau
berkata sebaik-baik kamu adalah orang-orang yang baik akhlaknya”. (HR.
Bukhari). Aspek agama yang terpenting adalah akhlak, sementara akhlak yang baik
terlahir dari tauhid yang baik dan benar, termasuk dalam kawasan afektif yang
terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).
Manusaia akan memperoleh
ganjaran pahala dari semua perbuatan baik yang telah dilakukannya. Sebaliknya,
akan mendapatkan sanksi apabila melakukan perbuatan yang buruk. Karena fitrah
manusai pada dasarnya cenderung berbuat baik, maka sebenarnya tidak sulit untuk
melakukan kebaikan. Beda halnya dengan keburukan yang harus dilakukan dengan
susah payah, karena bukan merupakan fitrah manusia. Ketika manusia menyadari
bahwa tindakan yang dilakukannya bertentangan dengan aturan Allah, namun tidak
segera kembali ke jalan-Nya. Maka akan merugikan dirinya sendiri. Sebaliknya,
pada saat kesadaran muncul untuk meninggalkan yang buruk untuk segera kembali
ke jalan-Nya, maka orang seperti ini akan dicintai Allah.
Allah mengilhami jiwa manusia
sifat kedurhakaan dan ketakwaan. Walaupun potensi baik dan buruk ada dalam diri
manusia, namun Al-Quran mengisyaratkan, sesungguhnya kebaikan dan keimanan
lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan dan kemungkaran, karena
pada dasarnya manusia cenderung kepada kebaikan dan keimanan. Hal ini dapat
dilihat dalam Al-Quran surah Al-Kahfi ayat 29: “ Dan katakanlah,
Kebenaran datangnya dari Tuhanmu, maka barang sisap yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan
diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka.
Itulah yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
Sesungguhnya
dalam pribadi yang berakhlak aka tampak kesehatan yang baik, kecerdikan,
keberanian, keahlian, kebijaksanaan, kerendahan hati serta percaya pada diri
sendiri (Ja’far, 1982: 56). Ajaran Islam menganjurkan penginternalisasian
nilai-nilai ahklak ke dalam pribadi setiap muslim, disamping menyempurnkan
potensi keindahan, pikiran dan perasaan batin serta memelihara jasmani dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Jika seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang
tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan
saling menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah, dan
sifat-sifat terpuji lainnya, maka akhlak atau moral yang mulia ini merupakan
buah dari imanya dan amal perbuatannya.
Pembinaan Akhlak Secara Dini
Untuk
menumbuhkan akhlak terpuji dapat ditempuh beberapa langkah berikut: Pertama,
membiasakan sikap rendah hati (tidak sombong) sebagai langkah awal proses
pencapaian akhlak mulia. Kedua, menyadari kekurangan-kekurangan yang
dimiliki dan diyakini bisa diperbaiki. Karena manusia adalah makhluk yang suka
khilaf (tidak ada yang sempurna), maka kesalahan-kesalahan bisa terjadi, tetapi
ada upaya untuk memperbaiki kesalahan itu. Ketiga, bertanggung jawab
kepada semua perbuatan yang telah menjadi pilihan. Setiap keputusan yang telah
ditetapkan harus ditempuh dengan segala resiko. Keempat, menhindari diri
dari sifat-sifat tidak terpuji atau tindakan kejahatan. Kemampuan menahan hawa
nafsu, godaan, dan ransangan yang menyesatkan merupakan langkah positif untuk
mencapai kemuliaan. Kelima, menyesali semua perbuatan buruk dan berniat
dengan sungguh-sungguh untuk tidak melakukanya kembali. Keenam,
melakukan kalkulasi atas semua perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan
akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi untuk selalu mengabdi
kepada Allah Swt.
Ahklak
yang baik penting dilakukan secara dini pada anak dalam setiap rumah tangga,
karena melalui pendidikan akhlak kualitas generasi mendatang dapat dibenahi.
Pendidikan akhlak dalam persepektif Islam adalah bagian signifikan dari
pendidikan Agama Islam. Apa yang menurut akhlak baik, adalah baik menurut
agama, dan apa yang buruk menurut akhlak dianggap buruk menurut ajaran agama.
Menurut Ibnu Maskawaih, orang yang bermoral jelek dapat menjadi baik akibat
bergaul dengan orang-orang baik dan mengikuti ajakan mereka, dan bisa berubah
menjadi buruk akibat bergaul dengan orang-orang yang jahat dan karena mau
mengikutinya. Artinya, kondisi ini tergantung pada faktor lpendidikan dan
lingkungan. Menurut Zuhairi, dkk, “Sikap saling meniru sangat cepat dan sangat
kuat. Pengaruh lingkungan sangat besar terhadap akal dan akhlak, sehingga hari
depan anak tergantung keadaan masyarakat dimana anak itu bergaul. Anak yang
hidup di antara tetangga-tetangga yang baik, maka ia akan menjadi baik.
Sebaliknya, anak yang hidup di antara orang-orang yang buruk akhlaknya, maka
akhlaknya juga menjadi buruk.
Zakiah darajat mengatakan bahwa,
“Akhlak itu adalah implementasi dalam segala bentuk perilaku. Akhlak merupakan
kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara nurani, pikiran, perasaan
bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan-tindakan
atau perilaku yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian”. Dari kelakuan
itu lahirlah perasaan moral (moralsence), yang terdapat dalam diri
manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan man yang baik dan mana
yang buruk, mana yang bermamfaat dan yang tidak, mana yang berguna dan yang
tidk, mana yang cantik dan yang buruk. Dari sinilah timbul bakat akhlak yang merupakan
kekuatan jiwa dari dalam, yang mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan
mencegah perbuatan buruk.
Pendidikan
akhlak dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: Pertama, menumbuh
kembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan takwa, untuk itu
perlu pendidikan agama. Kedua, meningkatkan pengetahuan tentang akhlak Al-Quran
lewat ilmu pengetahuan, pengalaman dan latihan, agar dapat membedakan mana yang
baik dan jahat. Ketiga, meningkatkan pendidikan kemauan, yang menumbuhkan pada
manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya. Selanjutnya kemauan
itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan. Keempat, latihan untuk melakukan
yang baik serta mengajak orang lain untu bersama-sama melakukan perbuatan baik
tanpa paksaan. Kelima, pembiasaan dan pengulangan melaksanakan yang baik,
sehingga perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak
terpuji, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri
manusia.
Keutamaan
akhlak dan moralitas adalah iman yang meresap ke dalam kehidupan keberagaman
manusia. Bila sejak dini seorang anak tumbuh dan berkembang dengan pondasi iman
yang kuat, niscaya ia akan mempunyai kemampuan untuk menerima keutamaan dan
kemuliaan. Ia akan terbiasa dengan akhlak dan moral yang baik, karena ia
menyadri bahwa iman akan membentengi dirinya dari perbuatan dosa dan kebiasaan
jelek. Mencermati itu, setiap orang tua hendaknya bersikap dan berprilaku baik
kepada anak, dan memeberikan sentuhan kasih sayang serta perhatian yang utuh
dalam mendidik mereka.
Pengaruh Akhlak Bagi Manusia dan
Lingkungan
Muara
akhir dari bangunan akhlak yang terpuji akan mendatangkan ketengan jiwa.
Bersemainya ketengan jiwa merupakan puncak tertinggi yang dirasakan oleh
manusia. Melalui jiwa yang tenang akan mendorong seseorang untuk melakukan
hal-hal yang baik. Sebagaimana firman AllahSwt: “Hai jiwa yang tenag,
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaiku. Dan masuklah ke dalam Syurga-Ku”.
Demikian pentingnya peranan
akhlak dalam kehidupan manusia, maka dianjurkan agar manusia selalu merujuk
kepada segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Apa yang dinilai baik oleh
Allah pasti baik essensinya. Untuk membangun jati diri berakhlak, dimulai dari
tiga hal, yakni terhadap diri sendiri, bagi semua manusia serta bagi
lingkungan.
1.
Pengaruh Akhlak Bagi Individu
Titik tolak akhlak yang terpuji
adalah pengakuan dan kesadaran untuk mengakui dengan sebenarnya bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah. Allah memiliki sifat-sifat terpuji dimana seluruh
makhluknya tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Atas kesempurnaan Allah
inilah maka manusia diperintahkan untuk berserah diri hanyan kepada Allah
semata, karena segala yang bersumber dari Allah adalah baik, benar, indah dan
sempurna. Manakala prinsip ini tertanam pada setiap individu muslim, maka
segala pelaksanaan aturan dan ketentuan syariah Islam akan terselenggara secara
baik di tengah masyarakat. Bila akhlak pribadi-pribadi muslim terbentuk, maka implementasi
dari akhlak tersebut di lingkungan rumah tangga, kantor, masjid dan sekolah
akan teraplikasi. Muaranya, akhlak masing-masing individu yang tertata dengan
baik akan menciptakan akhlak masyarakat yang sempurna.
Islam
memandang bahwa manusia merupakan makhluk paling mulai dan paling sempurna
bentuk fisiknya. Oleh karenanya, sepantasnyalah manusia berada pada posisi yang
terbaik sesuai dengan bentuk fisiknya serta senantiasa beriman kepada Allah
yang telah menciptakan. Dalam Al-Quran surah At-tiin ayat 4 dan 6 dijelaskan: ‘
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya
(neraka)”. Ayat ini mengungkapkan bahwa Al-Quran mengapresiasi proses
penciptaan manusia dalam bentuk yang sempurna. Namun di sisi lain, mengecam dan
akan menempatkan manusia ke tempat yang paling rendah, apabila manusia tidak
mengerjakan amal saleh dan mendustakan agama. Ini mengindikasikan bahwa
pennciptaan manusia yang paling sempurna itu sejatinya harus diikuti dengan
ketinggian moral, akhlak dan amal saleh. Apabila akhlak dan amal saleh tidak
sempurna, maka manusia tidak lagi menjadi sempurna, bahkan akan menjadi
seburuk-buruk makhluk. Dengan kata lain, kesempurnaan manusia itu bukan hanya
dilihat dari bentuk fisiknya, melainkan harus diikuti oleh kesempurnaan amal
saleh, kebaikan serta akhlak yang terpuji sebagaimana dianjurkan Al-Quran.
2.
Pengaruh akhlak bagi semua
manusia (masyarakat)
Manusia yang cinta Allah,
menyatakan kesungguhannya untuk mengabdi kepada-Nya, tercermin melalui
perbuatan baik kepada sesamanya. Mencintai dan menyayangi sesama, tidak saling
menyakiti, suka berkata baik, selalu memaafkan kesalahan orang lain, tidak suka
mengolok-ngolok, tidak mencuri, dan tidak membunuh, adalah cerminan akhlak yang
mesti dimiliki dan diwariskan kepada setiap manusia. Cermin manusia yang
berakhlak senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan
dirinya sendiri. Bukan sebaliknya, melakukan apa saja selama tidak bertentangan
dengan hak orang lain. Fungsi seorang muslim terhadap makhluk lainnya
ditegaskan oleh Allah Swt dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 70: “sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan dilautan,
Kami beri rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptaka”.
Keistimewaan
yang diberikan Allah kepada manusia tercermin dari kemulian manusia yang tidak
diberikan Allah kepada makhluk lainya. Atas dasar persamaan umat manusia, tanpa
memandang suku, bangsa, bahasa, warna kulit serta tingkat sosial, patut
ditegakkan keadilan dan sikap saling menghargai satu dengan lainnya. Kesengan
dan kebahagiaan yang diberikan Allah bagi manusia patut diapresisasi dengan
menyalurkan rezeki kepada sesama yang mengalami kekurangan (kemiskinan).
Cukup
banyak petunjuk dan dorongan Islam untuk membentuk Akhlak yang teruji bagi
sesama manusia, tertuama sesama Mukmin. Al-Quran menjelaskan bahwa bumi beserta
segala isinya diciptakan Allah untuk orang-orang beriman. Firman Allah dalam
surah Al-Baqarah ayat 29: “ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. Ajaran
Islam membentuk kepribadian Muslim yang paripurna untuk mengarahkan kehidupan
bahagia, menciptakan ketentraman, penuh rasa kasih sayang dan persamaan atas
sesama manusia, sehingga terbentuklah masyarakat, bangsa dan negara yang
bahagia. Apabila seseorang merasakan kebahagian bersama dengan masyarakatnya,
maka akan tercapailah cita-cita umat manusia.
3.
Pengaruh Akhlak bagi Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar manusia, baik hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, karena
manusia memiliki kesempurnaan lahir dan batin dibandingkan makhluk lainnya.
Karena telah dipercaya sebagai pemimpin, maka ejatinya manusia mampu menjaga
kelestarian lingkungan sekitarnya. Hewan, tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah Swt dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan inilah yang mengantarkan umat Islam untuk
menyadari bahwa semuanya adalah “umat” tuhan yang harus diperlakukan secara
wajar dan baik.
Islam
mementingkan kebersihan dan kesehatan yang dapat membawa masyarakat bebas dari
berbagai macam penyakit. Kebersihan dalam Islam dijadikan sebagai ibadah.
Rasulullah saw mengataka: “sesungguhnya Allah sangat indah, Dia mencintai
keindahan”. Dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 31: “ Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”. Ayat ini menjelaskan perlunya memperhatikan kondisi
lingkungan, baik menyangkut masalah pakaian, makanan, minuman, rumah maupun
masjid harus senantiasa dalam keadaan bersih dan indah. Memakai pakaian yang
bersih, rapi dan indah bukan menunjukkan kesombongan atau keangkuhan, melainkah
untuk menunjukkan sisi kemuliaan Islam yang mencintai kebersihan dan keindahan,
agar suasana lingkungan kehidupan masyarakat juga terimbas secara positif
seterusnya tetap terpelihara kebersihan, keindahan dan kesehatan lingkunga.
III. Penutup
Semua
yang baik daan telah menjadi kebiasaan apabila dipelihara dan diamalkan akan
menghasilkan sesuatu yang baik. Semua yang buruk jika disadari bisa untuk
diperbaiki menjadi baik dan secepatnya di pelihara untuk menjadi baik, maka
hasilnya tetap menjadi baik. Akhlak yang baik adalah manifestasi dari iman dan
takwa yang terwujud dalam perilaku dan
amal saleh. Oleh karenanya untuk membangun akhlak yang terpuji diperlukan
perangkat mental serta kesungguhan dimulai dari diri sendiri, keluarga hingga kemudian
lingkungan sosial. Akhlak terpuji tercermin dalam seluruh tindakan, ucapan,
perbuatan dan dapat memberi mamfaat bagi sesama, memberi kedamaian bagi segenap
makhluk bernyawa maupun benda-benda tak bernyawa, serta senantiasa memelihara
kondisi lingkungan dari berbagai masalah atau penyakit.
Daftar Pustaka
Abuddin Nata. 2002. Aklak
Tasawuf, Jakarta, PT Raja Grafindo.
Achmad Mubarok. 2001. Panduan Akhlak Mulia Membangun
Manusia dan Bangsa Berkarakter. Jakarta:
Bina Rena Pariwara.
Asmaran As. 1994. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2, cet. Ke-4.
Mahyuddin. 2001. Panduan Akhlaq Tasawuf. Jakarta:
Kalam Mulia.
Syaikh Ahmad Farid. 2011. At-Tarbiyatu Ala Manhaji
Ahlisunnah Waljamaah. Terjemah. Najib Ismail. Pendidikan
Berbasis Metode Ahli Sunnah Waljamaah. Surabaya: Pustaka Elba
Zakiah Darajat. 1985a. Membina Nilai-nilai Moral di
Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Zakiah Darajat. 1985b. Pendidikan Anak Dalam Keluarga Dan
Sekolah. Jakarta. Bulan Bintang.
Zuhairi, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama.
Surabaya: Usaha Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar